Jumat, 22 Juni 2012

Personality Disorders


Ada 3 macam gangguan keperibadian :
A.    Ood Eccentric ( Aneh/Eksentrik )
      kelompok aneh terdiri dari :
·      Paranoid
Kecurigaan yang berlebihan/besar tanpa beralasan yang jelas.
·      Shizoid
Sebuah gangguan kepribadian yang ditandai oleh kurangnya minat dalam hubungan sosial, afek yang datar dan penarikan diri dari lingkungan sosial (Socisl withdrawal).
·      Schizotypal
Gangguan yang ditandai dengan keeksentrikan oleh sosial, perilaku, memiliki kepercayaan pada magical, tidak bisa memperhatikan, menarik diri dari lingkungan sosial dan cenderung ekstrim dan cara berfikirnya yang aneh.

     B.     Dranatic ( Dramatik/Eretik )
     Jenis-jenis dramatik, yaitu :
·           Ambang
Gangguan emosi dan interpersonal tidak stabil, gangguan penerimaan orang tua dan anak (psikodinamika), sering terjadi pada wanita. Akibatnya jadi pemicu, pemakai obat-obatan terlarang (bentuk pelampiasannya).
·           Histrionik
Ingin diperhartikan lebih (ekstrovert)
Contonya seperti, ketika sedang tersinggung pingsan. Kebutuhan besar untuk mencari perhatian dan perubahan ekspresi secara cepat, berlebihan sangat mudah tersinggung.
·           Narsistik
Tingkah laku (sulit interpersonal) karrena selalu diyakinkan oleh orangtua cantik, pintar dan lain-lain. Susah untuk disembuhkan termasuk kronis. Orang yang memiliki gangguan ini kurrang mempunyai rasa empati, iri pada orang lain, bersifat arogan.
·           Anti sosial dan Psikopat
Anti sosial : melibatkan perilaku tidak peduli terhadap orang lain. ciri-cirinya, suka memperdaya orang lain, tidak memiliki hati nurani, tidak pernah menyesal menyakiti orang lain. (kemiskinan emosi/didukung dengan anti sosial 75,80%).
Psikopat : perilaku yang melanggar norma-norma atau aturan-aturan. Tidak mampu untuk mengikuti atau mentaati peraturan.

     C.    Anxious/Fearful Cluster ( Pencemas/Ketakutan )
     Terdapat 2 tipe kepribadian pencemas :
·           Menghindar ( Avoidant )
Umumnya enggan menjalin hubungan jika tanpa kepastian, punya minat untuk menjalin hubungan dengan orang lain tetapi terbatasi.
·           Tergantung ( Dependent )
Pola kepribadian yang didominasi untuk tidak bisa berdiri sendiri, kurrang PD (percaya diri) dengan dirinya sendiri. PD jika banyak support dari orang lain.




Referensi : Psikologi Abnormal

Kamis, 21 Juni 2012

6 Peristiwa yang Bisa Menyebabkan Gangguan Makan


Gangguan makan bisa dipicu oleh kurangnya dukungan setelah peristiwa traumatis, misalnya kematian, masalah pada hubungan, penyiksaan dan kekerasan seksual. Bahkan berpindah-pindah sekolah atau rumah dapat membuat remaja mengalami gangguan makan.
            Hal tersebut mrupakan hasil sebuah penelitian baru yang diterbitkan oleh Journal of Clinical Nursing dalam edisi Mei 2012. Penelitian dilakukan pada 26 pasien wanita dan satu pasien pria berusia 17-64 tahun di sebuah klinik sepsial rawat jalan. Pasien telah menderita gangguan makan selama kurun waktu 20tahun.
            Menurut Dr Jerica M Berage, tujuan dari studi yang dilakukan adalah untuk mnegetahui apakah ada hubungan antara peristiwa peralihan dalam kehidupan keluarga dengan terjadinya gangguan makan.
            Gangguan makan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting dan dengan mengetahui penyebabnya, kita bisa mengembangkan pengobatan dan dukungan yang lebih efektif. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terdapat 6 peristiwa yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan makan, seperti :
1.        Transisi sekolah merupakan peristiwa yang dapat memicu gangguan makan. Mereka mengalami masalah adaptasi saat baru meninggalkan rumah untuk pergi mengenyam bangku kuliah. Bagaimana mereka merindukan teman dan keluarga.
2.        Perubahan dalam sebuah hubungan adalah peristiwa kedua. Berpisah dengan orang yang dicintai bisa membuat gangguan makan terjadi. Seseorang bisa kehilangan selera untuk makan.
3.        Kematian salah satu anggota keluarga adalah peristiwa ketiga. Kehilangan salah satu anggota keluarga atau teman dekat terbukti memberikan efek traumatis. Mereka tidak tahu bagaimana menghadapi kesedihan dan membutuhkan dukungan.
4.        Transisi pekerjaan dan pindah rumah adalah peristiwa keempat. Pindah rumah dapat membuat sebagian orang kehilangan dukungan dari lingkungan yang sudah dijalani di tempat sebelumnya.
5.        Sakit adalah peristiwa kelima. Beberpa pasien mengatakan bahwa ketika mereka sakit, nafsu untuk makan pun berkurang.
6.        Pelecehan seksual adalah peristiwa keenam yang bisa memicu gangguan makan.





Referensi : Psikologi Zone

Rabu, 20 Juni 2012

Perbedaan Kecemasan (Anxiety) dengan Ketakutan (Fear)


Kecemasan (Anxiety) adalah perasaan tidak nyaman yang biasanya berupa perasaan gelisah, takut, atau khawatir yang merupakan manifestasi dari factor psikologis dan fisiologis. Komponen-komponen yang terlibat saat seseorang merasa cemas adalah komponen kognitif, somatik, emosional, and behavioral. Kecemasan biasanya terjadi tanpa stimulus yang jelas, sehingga kecemasan harus dibedakan dengan rasa takut (fear) sebab takut muncul karena adanya ancaman yang jelas dari luar. Rasa takut berhubungan dengan tingkah laku spesifik untuk menghindar dan menjauh dari stimulus yang tidak menyenangkan. Sedangkan kecemasan merupakan akibat dari ancaman yang tidak jelas, tidak bisa dikontrol dan tidak bisa dihindari.
Kecemasan merupakan reaksi yang normal terhadap stress yang berguna untuk membantu seseorang dalam menghadapi situasi yang sulit. Orang akan berusaha mencari solusi dan jalan keluar ketika dihadapkan pada masalah. Upaya tersebut lebih disebabkan karena keinginan orang yang bersangkutan untuk mereduksi perasaan tidak nyaman yang timbul akibat kecemasan yang dialaminya. Lain halnya jika kecemasan yang dialami seseorang terjadi secara berlebihan.
Ketakutan ( Fear ) adalah suatu tanggapan emosi terhadap ancaman. Takut adalah suatu mekanisme pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respons terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Beberapa ahli psikologi juga telah menyebutkan bahwa takut adalah salah satu dari emosi dasar, selain kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan. Ketakutan juga terkait dengan suatu perilaku spesifik untuk melarikan diri dan menghindar. Perlu dicatat bahwa ketakutan selalu terkait dengan peristiwa di masa datang, seperti memburuknya suatu kondisi, atau terus terjadinya suatu keadaan yang tidak dapat diterima.
Ketakutan muncul karena adanya situasi yang secara subyektif dianggap membahayakan keadaan fisik orang yang mengalaminya. Jadi hal yang mendasar yang saya jadikan pembeda adalah apakah situasi tersebut membahayakan keadaan psikologis ataukah keadaan fisik, kalau keadaan psikologis maka disebut kecemasan dan sebaliknya jika fisik, maka disebut ketakutan.

PENGERTIAN NORMAL DAN ABNORMAL


Ketika mempelajari tema  Psikologi Abnormal, mungkin anda pernah menyaksikan tingkah laku yang aneh-aneh di tempat-tempat umum, atau bahkan di rumah anda sendiri, atau andah pernah mendengar dan ikut mendiskusikam tentang sesuatau penyakit mental dari seorang kenalan.
         Pengalman-pengalaman tersebut ada kalanya valid dan bisa dipercaya, oleh sebab itu, perlu kiranya kita mendapatkan konsep yang benar  mengenai pengertian “Abnormalitas “. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakam penyelidikan tentang :
1. Perbedaan antara tingkah laku yang normal dan yang abnormal.
2. Hubungan psikologi abnormal dengan disiplin-disiplin ilmu yantg bertautan.
3. Problem-problem social dan problem-problem medis ( masalah herediter, luka-luka
dan penyakit-penyakit ) yang menyebabkan timbulnya pribadi yang terganggu dan tingkah laku abnormal.
4. Klasifikasi disorder mental/gangguan  mental/penyakit mental.

NORMAL DAN ABNORMAL

         Psikologi abnormal bersangkut-paut dengan tingkah laku abnormal. Pada hakekatnya, konsep tentang normalitas dan abnormalitas itu sangat samara-samar batasnya. Sebab, kebiasaan-kebiasaan dan sikap hidup yang dirasakan sebagai normal oleh sesuatu kelompok masyarakat, dapat dianggap sebagai abnormal  oleh kelompok kebudayaan lainnya.

Pribadi yang normal dan pribadi yang abnormal
         Pribadi yang normal itu secara relatif dekat sekali dengan integrasi jasmaniah dan rohaniah yang ideal. Kehidupan psiskisnya kurang lebih stabil sifatnya, tidak banyak memendam konflik-konflik batin, tenaga dan jasmaniahnya sehat selalu.
         Pribadi yang abnormal mempunyai atribut secara relatif mereka itu jauh daripada status integrasi. Ada tintgkat atribut “ inferior ” dan “ superior ”.
Kompleks-komples inferior ini misalnya terdapat pada penderita psikopat, neuron dan psikosa. Dan kompleks-kompleks superior itu terdapat pada kelompok kaum Idiot savant (kaum ilmuwan/cerdik pandai yang bersifat idiot) yang memiliki quotient intelegensi (I.Q.) yang tinggi, misalnya dibidang seni, musik, metematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lain.
Pribadi yang abnormal pada umumnya dihinggapi gangguan mental atau ada kelainan-kelainan/abnormalitas pada mentalnya. Orang-orang abnormal ini selalu diliputi banyak konflik-konflik batin, miskin jiwanya dan tidak stabil, tanpa perhatian pada lingkungannya, terpisah hidupnya dari msyarakat, selalu gelisah dan takut dan jasmaninya sering sakit-sakitan.

         ABNORMALITAS dari beberapa segi, yaitu segi patologis, statistik, dan segi kultural/budaya.
1.      Abnormal dipandang dari segi patologis
Dipandang dari segi patologis, tingkah laku abnormal itu adalah akibat suatu kecelakaan, suatu penyakit, atau status kepribadian yang kacu (disorder state), yang kita jumpai pada penderita-penderita simpton klinis tertentu. Misalnya ada banyak unsur ketakutan dan kecemasan khronis yang tidak beralasan pada penderita psikoneurosa; gejala delusi, ilusi dan halusinasi pada psikosa juga tingkah laku anti-sosial pada pribadi yang sosiopatik.
2.      Abnormal dipandang dari segi statistik
Ini merupkan pendekatan secara grafis (tertulis dan gambaran) dan secara matematis
mengenai masalah siapakah yang noemal dan abromal.
Gambar


      Kurve distribusi normal pada gambar dihalaman depan menunjukan konsep statistic tentang orang-orang normal dan yang tidak normal. Gambar tersebut membuktikan, bahwa subyeknya lebih banyak terdapat/berkumpul di tengah-tengah kurve. Dan kasus disebelah pertengahan kurve merupakan jumlah abnormalitas. Menurut konvensi statistic tersebut, “ range normal “ yang terdapat pada bagian tengah kurve tersebut meliputi kurang lebih 2/3 (dua pertiga) dari jumlah kelompok tersebut.
3.      Abnormalitas dipandang dari segi kultur/kebudayaan
      Dari segi pandang ini, tingkah laku dan sikap hidup seseorang dianggap sebagai normal atau abnormal bergantung pada lingkungan kebudayaan tempet tinggal orang tersebut.
      Masyarakat itu merupakan hakim yang “keras” dan “kejam” terhadap tingkah laku para anggotanya dan cenderung tidak mentolerir tingkah laku yang menyimpang dari norma umum yang ada. Tetapi penyimpangan yang bersifat radiakal dan bisa menyebabkan kekacauan pada perorangan dan lingkungannya, sangat dikecam. Dan seseorang tersebut dianggap sebagai pribadi yang abnormal.
4.      Kriteria pribadi yang normal
Deskripsi tentang pribadi yang normal dengan mental yang sehat dituliskan dalam satu daftar criteria oleh Maslow and mitelmann dalam bukunya “ Principle of Abnormal Psychology “, yang kami kutip antara lain sebagai berikut :
1)      Memiliki perasaan aman ( sense of security ) yang tepat.
Dalam suasana sedemikian dia mampu mengadakan kontak yang lancer dengan orang lain dalam berbagai bidang.
2)      Memiliki penilaian diri ( self evaluation ) dan insight/wawasan rasional.
Memiliki harga diri yang cukup, dan tidak berkelebihan. Memiliki perasaan sehat secara moril, tanpa ada rasa-rasa berdosa dan memiliki kemampuan menilai tingkah laku manusia lain.
3)      Memiliki spontanitas dan emosionalitas yang tepat.
Mampu menciptakan hubungan yang erat, kuat dan lama, seperti persahabatan, komunikasi social dan relasi cinta. Dia mampu mengekspresikam rasa kebencian dan kekesalan hatinya tanpa kehilanagan kontrol terhadap diri sendiri.
4)      Mempunyai kontak dengan relitas secara efisien.
Yaitu kontak dengan dunia fisik/materil, tanpa ada fantasi dan angan-angan yang berlebihan, karena dia memiliki pandangan hidup yang realistis dan cukup luas tentang dunia manusia.
5)      Memiliki dorongan-dorongan dan nafsu jasmaniah yang sehat.
Memiliki kemampuan untuk memenuhi dan memuaskannya. Ada kemampuan dan gairah untuk bekerja, tanpa dorongan yang berlebih-lebihan dan dia than menghadapi kegagalan-kegagalan, kerugian-kerugian dan kemalangan.
6)      Mempunyai pengetahuan diri yang cukup.
Dia bisa menghayati motif-motif hidupnya dalam status sadar. Dia menyadari nafsu-nafsu dan hasratnya, cita-cita dan tujuan hidupnya yang realistis, dan bisa membatasi ambisi-ambisi dalam batasan-batasan kenormalan.
7)      Mempunyau tujuan/obyek hidup yang adekuat.
Dalam artian, tujun hidup tersebut dapat bisa dicapai dengan kemampuan sendiri, sebab sifatnya realistis dan wajar.
8)      Memiliki kemampuan untuk belajar dri pengalaman hidupnya.
Yaitu ada kemampuan menerima dan mengolah pengalamannya tidak secara kaku. Juga ada kesanggupan belajar secara spontan, serta bisa mengadakan evalusi terhadap kekuatan sendiri dan situasi yang dihadapinya, agar supaya ia sukses.
9)      Ada kesanggupan untuk memuaskan tuntutan-tuntutan dan kebutuhan dari kelompoknya tempat dia berada.
Sebab dia tidak terlalu berbeda dari anggota kelompok lainnya (tidak terlampau menyimpang). Dia mampu mengekang nafsu-nafsu serta keinginan-keinginan yang dianggap sebagai tabu dan larangan oleh kelompknya.
10)  Ada sikap emansipasi yang sehat terhadap kelompoknya dan terhadap kebudayaan.
Namun demikian diamasih tetap memiliki originalitas (keaslian) serta individualitas yang khas dan bisa membedakan antara perbuatan buruk dan yang baik.
11)  Ada integrasi dalam kepribadian.
Ada perkembangan dan pertumbuhan jasmaniah dan rohaniah yang bulat. Disamping itu dia memiliki moralitas dan kesadaran yang tidak kaku sifatnya flexsible  terhadap group dan masyarakatnya.

OBESITAS


1.      Pengertian Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan yang terjadi apabila kuantitas fraksi jaringan lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar dari pada normal (Gray dan Traitz dalam subarja,2004). Obesitas juga merupakan salah satu masalah kesehatan bagi remaja baik wanita maupun pria. Obesitas adalah penimbunan lemak tubuh yang berlebihan, sehingga berat badan jauh diatas normal. Sedangkan coleman (1984), menyatakan bahwa obesitas adalah keadaan seseorang yang berat badannya berlebih dari berat berjumlah ideal yang dapat membahayakan orang tersebut.
Agustin,dkk(2009) menyatakan bahwa obesitas merupakan kelebihan lemak sebagai akibat dari pemasukan makanan yang lebih besar  dari yang dibutuhkan oleh tubuh. Selanjutnya Agustin,dkk (2009) juga menyatakan bahwa, obesitas dapat ditentukan dengan indeks masa tubuh, berat badan dan presentasi dari lemak didalam tubuh.
Pendapat lain menyatakan bahwa obesitas merupakan kumpulan dari lemak yang berlebihan yang biasanya terdapat pada bagian kulit subcutancus yang terletak di bawah kulit. Adapun Kusumawardhani (2006), menyatakan bahwa, obesitas adalah kondisi berlebihannya jaringan lemak akibat tidak seimbangnya masukan energy dengan aktifitas yang dilakukan.

2.      Klasifikasi  Obesitas
Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas. Obesitas digolongkan menjadi tiga kelompok :
a.       Obesitas ringan     : Kelebihan berat badan 20-40%
b.      Obesitas sedang    : Kelebihan berat badan 41-100%
c.       Obesitas berat       : Kelebihan berat badan >100%
Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% diantara orang-orang yang gemuk. Perhatian tidak hanya ditunjukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga kepada lokasi penimbunan lemak tubuh. Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita cenderung berbeda.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa obesitas adalah kelebihan berat badan mempunyai lemak tubuh yang melebihi dari keadaan normal.
3.      Faktor-faktor yang Menyebabkan Obesitas
Misnardiarty, (2008) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya obesitas, antara lain :
a.       Genetik
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya ke generasi selanjutnya di dalam sebuah keluarga. Orang tua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini, faktor geneti berperan dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan titurunkan kepada bayi selama dalam kandungan.
b.      Pola makan yang berlebihan
Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berat badan normal terhadap isyarat lapar ekternal, seperti rasa dan bau makanan. Orang yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat lapar. Pola makan yang berlebihan inilah yangmenyebabkan orang-orang obesitas sulit keluar dari kegemukan jika individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat badan.
c.       Kurang gerak atau olahraga
Tingkat pengeluaran energi sanagat peka terhadap pengendalian bentuk tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor, yakni tingkat aktifitas orang secara umum dan angka metabolisme basal atau tingkat energiyang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsiminimal tubuh.
Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal dalam tubuhnya.orang-orang yang mengkonsumsi makanan yang kaya akan lemak dan kurang melakukan aktifitas fisik atau kurang berolahraga akan cenderung mengalami obesitas karena tidak adanya keseimbangan antara asupan yang masuk dan energi yang keluar.
d.      Lingkungan
Jika seseorang dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran dan keindahan, maka orang tersebut akan cenderung menjadi gemuk. Selama pandanga tersebut tidak dipengaruhi faktor ekstenal, orang yang obesitas tidak akan mengalami masalah-masalah dengan kegemukan.
e.       Emosi
Orang genuk sering mengatakan bahwa mereka cenderung makan lebih banyak apabila mereka tegang atau cemas, eksperimenpun telah membuktikan kebenarannya. Orang gemuk makan lebih banyak dalam suatu situasi yang mencekam. Dalam sebuah studi yang dilakukan White pada kelompok orang dengan berat badan berlebih dan orang dengan berat badan yang kurang, dengan menyajikan snack setelah mereka menyaksikan empat jenis film yang mengandung emosi yang berbeda. Hasilnya adalah pada orang yang memiliki berat badan berlebih lebih banyak menghabiskan snack setelah menyaksikan film yang tegang (Mu’tadin,2004).

4.      Dampak Obesitas
Dampak obesitas terbagi 2 macam (Misnadiarly,2007) antara lain :
a)  Dampak Obesitas Terhadap Kesehatan
            pada suatu penelitian prosfektif yang melihat 750.000 orang ditemukan bahwa obesitas meningkatkan resiko dari semua penyebab kematian, dimana meningkat sebesar untuk menstabilkan tingkat obesitas bahkan menurunkan kejadian obesitas. Berat badan diturunkan dengan memperbaiki pola hidup seperti mengatur makanan dan olahraga, dan sekaligus menurunkan dengan memperbaiki konsumsi rokok dan alkohol. Bertujuan untuk mencegah penambahan berat badan dan menurunkan jumlah penduduk yang menderita penyakit, yang terkait kelebihan pada mereka yang telah menderita kelebihan berat badan yang belum ditemukan pertanda biologis akan adanya kecenderungan berat badan. Orang yang mempunyai beberapa masalah kesehatan yang terkait dalam obesitas dan mereka yang beresiko tinggi untuk berkembangnya penyakit yang disertai terkait dalam obesitas seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus yang merupakan prioritas kunci dalam straegis pencegahan ini (Anceim, 2000).
b)  Dampak Obesitas Terhadap Psikologis
            Pada beberapa individu akan makan lebih banyak lebih dari biasa bila merasa diperlukan suatu kebutuhan khusus untuk keamanan emosional. Sebagai contohnya menyebabkan meningkatnya masukan makanan.

Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data


1.      Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1998). menurut Suryabrata (dalam Azwar, 1998), suatu alat ukur dikatakan valid bila alat ukur tersebut mampu mengukur atribut yang seharusnya dikur. Menurut Azwar (1998), validitas terbagi atas Validitas Isi (content), Validitas Konstrak (construct), dan Validitas berdasar Kriteria (criterion-related).
a.       Validitas Isi
Validitas isi menunjukkan sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh tes tersebut.
b.      Validitas Konstrak
Validitas konstrak adalah validitas yang menunjukkan sejauhmana suatu tes mengukur trait atau konstrak teoritik yang hendak diukurnya.

c.       Validitas berdasar Kriteria
Dalam pengujian validitas berdasar kriteria, bukti validitas suatu tes diperlihatkan oleh adanya hubungan skor pada tes yang bersangkutan dengan skor suatu kriteria.

Untuk menguji validitas aitem bagi alat pengumpul data dalam penelitian ini berdasarkan validitas konstrak yang menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson dengan bantuan program SPSS for Windows versi 16.

2.      Reliabilitas
Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliable. Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan dan sebagainya, namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu alat ukur dikatakan reliable apabila alat tersebut mempunyai keajegan atau dapat diandalkan konsistensinya dalam pengukuran (Azwar, 1998). Menurut Azwar, estimasi reliabilitas dapat dilakukan melalui salah satu pendekatan umum, yaitu Pendekatan Tes-Ulang (test-retest), Pendekatan Tes-Sejajar (alternate-forms), dan Pendekatan Konsistensi Internal (internal consistency).
a.       Pendekatan Tes-Ulang
Pendekatan ini menunjukkan konsistensi pengukuran dari waktu ke waktu dan menghasilkan koefisien reliabilitas yang sering disebut sebagai koefisien stabilitas. Prinsip estimasinya adalah dengan mengenakan suatu instrumen pengukur dua kali dengan tenggang waktu tertentu, terhadap sekelompok subjek yang sama.
b.      Pendekatan Tes-Sejajar
Pendekatan tes sejajar hanya dapat dilakukan apabila tersedia dua bentuk instrumen pengukur yang dapat dianggap memenuhi asumsi pararel. Estimasinya dilakukan setelah kedua instrumen tersebut dikenakan berturut-turut pada sekelompok subjek.
c.       Pendekatan Konsistensi Internal
Estimasi reliabilitas dengan pendekatan konsistensi internal didasarkan pada data dari sekali pengenaan suatu bentuk alat ukur pada sekelompok subjek (single trial administration). Bentuk dan sifat alat ukur serta banyaknya belahan yang dibuat akan menentukan teknik perhitungan koefisien realibilitasnya. Beberapa teknik komputasi realibilitas konsistensi internal adalah Formula Spearman-Brown, Formula Rulon, Formula Alpha, Formula Kuder-Richardson, Formula Kristof, Formula Analisis Varians, dan sebagainya.

Untuk menguji realibilitas alat pengumpul data pada penelitian ini digunakan pendekatan konsistensi internal dengan teknik statistik Alpha serta dibantu dengan program SPSS for Windows versi 16.

Intimacy


1.         Definisi Intimacy
              Sternberg (dalam Papalia, 2004) intimacy adalah komponen emosi dari cinta yang meliputi perasaan dengan orang lain, seperti perasaan hangat, sharing, dan kedekatan emosi serta mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya. Menurut Baur and Crooks (2008) Intimacy juga merupakan salah satu upaya untuk membantu orang lain, keterbukaan dalam sharing, bertukar pikiran, dan merasakan sedih ataupun senangnya dengan seseorang yang dicintainya. Bentuk-bentuk intim yaitu dari persaudaraan, persahabatan dan percintaan. Pertama persaudaraan yaitu  hubungan intim yang terhadap saudara didasarkan adanya hubungan darah. Pada persaudaraan itu di dalamnya terkandung keakraban. Kehidupan bersama tersebut memungkinkan segala hubungan terjadi, misalanya keakraban, kedekatan, dan interaksi.
              Baumgardner dan Clothers dalam Hanurawan, (2010). Keintiman adalah suatu konsep yang mengacu pada perasaan kedekatan atau perasaan keterhubungan diantara dua orang. Perasan-perasaan itu seperti pada fenomena seseorang memikirkan kesejahteraan orang lain, pemahaman timbal balik dengan orang lain, dan kemampuan berbagi (sharring) dengan orang lain. Dalam keintiman, orang yang melakukan interaksi sosial pada suatu hubungan cinta menjadi saling memahami diantara kedua belah pihak dan terdapat fenomena kehangatan afeksi diantara kedua belah pihak.
              Berdasarkan teori di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan intimasi adalah suatu hubungan timbal balik antar individu, yang terwujud dengan saling berbagi perasaan dan pikiran yang mendalam, saling membuka diri serta menerima dan menghargai satu sama lain.

2.         Dimensi Intimasi
a.         Intensity
b.        Commitment
c.         Emotion
d.        Sexuality
e.         Gender

3.         Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keintiman
                                 Atwater, (1983) mengatakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keintiman, yaitu :
a.         Saling terbuka
Saling berbagi pikiran dan perasaan yang dalam, serta rasa saling percaya diperlukan untuk membina dan mempertahankan keintiman.
b.        Kecocokan pribadi
Adanya kesamaan atau kemiripan latar belakang, kebudayaan, pendidikan dan persamaan lain yang membuat pasangan memiliki kecocokan. Meskipun begitu, beberapa perbedaan pasti akan muncul di dalam suatu hubungan, maka yang terpenting adalah bagaimana mengatasinya. Dengan demikian, bukan tidak mungkin dengan adanya perbedaan individu tidak dapat melengkapi satu sama lain.
c.         Penyesuaian diri dengan pasangan
Berusaha mengerti pandangan pasangan, memahami sikap dan perasaan pasangan. Dalam hal ini ditekankan pentingnya berkomunikasi secara efektif, yaitu kemampuan untuk mendengarkan secara efektif dan memberikan respon dengan cara tidak mengadili. Hal ini akan menciptakan rasa saling percaya dan penerimaan pada pasangan


4.         Gaya Interaksi yang Intim
                     Orang dewasa menunjukkan gaya interaksi intim yang berbeda-beda. Orlofsky (dalam Santrock, 2004) membuat klasifikasi yang terdiri atas lima gaya hubungan yang intim :
a.         Gaya yang intim (intimate style)
Individu membentuk dan memelihara satu atau lebih hubungan cinta yang mendalam dan lama.
b.        Gaya pra-intim (preintimate style)
Individu menunjukkan emosi yang tercampur aduk mengenai komitmen, suatu ambivalensi yang tercermin dalam strategi menawarkan cinta tanpa kewajiban atau ikatan yang tahan lama.
c.         Gaya yang stereotip (stereotyped style)
Individu memiliki hubungan artificial yang senderung didominasi oleh ikatan persahabatan dengan orang yang berjenis kelamin sama daripada yang berjenis kelamin yang berlawanan.
d.        Gaya intim yang semu (pseudointimate style)
Individu memelihara attachment seksual dalam waktu yang lama dengan kadar kedekatan yang sedikit atau tidak dalam.
e.         Gaya yang mandiri (isolated style)
Individu menarik diri dari perjumpaan sosial dan memiliki attachment yang sedikit atau tidak sama sekali dengan individu yang berjenis kelamin sama atau yang berlawanan.

5.         Tahapan-tahapan Perkembangan Intimasi
                     Menurut Crooks & baur, (1983) ada beberapa tahapan perkembangan terjadinya iintimasi, yaitu sebagai berikut :
a.         Penerimaan diri
Erikson dalam Crooks & Baur, (1983) percaya bahwa penerimaan diri yang positif adalah suatu persyaratan untuk suatu hubungan yang memuaskan. Dengan perasaan positif, individu yang dapat menerima diri dapat menjadi fondasi untuk menjalin intimasi di dalam hubungan.
b.        Saling berinteraksi
Bila ada interaksi yang berjalan di antara dua individu maka hal tersebut dapat menjadi dasar yang baik di dalam suatu hubungan yang positif.
c.         Memberi tanggapan
Jenis-jenis respon atau tanggapan tertentu, misalnya dengan individu saling mendengarkan, menegrti dan memahami pandangan maka kelestarian hubungan akan terjaga.
d.        Perhatian
Perhatian yang dicurahkan oleh individu dapat memotivasikan pasangan dan menjaga kesejahteraan hubungan.
e.         Rasa percaya
Dengan rasa percaya bahwa pasangan akan berlaku secara konsisten, berusaha untuk membina pertumbuhan dan mempertahankan stabilitas hubungan, maka keutuhan hubungan akan selalu terjaga.
f.         Kasih sayang
Pengekspresian kasih sayang kepada pasangan dapat meningkatkan jalinan intimasi diantara pasangan.
g.        Kemampuan untuk bergembira bersama pasangan
Individu dapat mengutarakan kegembiraan dan kesenangan dengan cara menghabiskan waktu bersama bersenang-senang bersama.
h.        Berhubungan seksual
Kadang pasangan melakukan hal ini untuk penegekspresikan perasaannya. Namun bila pasangan melakukan hal tersebut tanpa melalui tahapan-tahapan sebelumnya maka akan terjadi perasaan kedekatan emosional diantara keduanya.