Nama : Elfa Gustiara
NPM : 12509831
Kelas : 3PA06
1.
Pengertian Psikologi
Lintas Budaya
Kata budaya sangat umum
diperguanakan dalam bahasa sehari-hari. Paling sering budaya dikaitkan dengan
pengertian ras, bangsa atau etnis. Kata budaya juga kadang dikaitkan dengan
seni, musik, tradisi-ritual, atau peninggalan-peninggalan masa lalu. Sebagai sebuah
entitas teoritis dan konseptual, budaya membantu memahami bagaimana kita
berperilaku tertentu dan menjelaskan perbedaan sekelompok orang. Sebagai sebuah
konsep abstrak, lebih dari sekedar label, budaya memiliki kehidupan sendiri, ia
terus berubah dan tumbuh, akibat dari pertemuan-pertemuan dengan budaya lain,
perubahan kondisi lingkungan, dan sosiodemografis. Budaya adalah produk yang
dipedomani oleh individu-individu yang tersatukan dalam sebuah kelompok. Budaya
menjadi pengikat dan diinternalisasi individu-individu yang menjadi anggota
suatu kelompok, baik disadari maupun tidak disadari. Sebuah definisi mengenai
budaya dalam konteks psikologi lintas budaya diperlukan guna pemahaman yang
sama mengenai apa yang dimaksud budaya dalam psikologi lintas budaya.
Psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan
dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya
dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara ubaha psikologis dan
sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan
yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut.
Definisi Psikologi Lintas Budaya Menurut Para Ahli
Menurut
Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budaya adalah kajian mengenai
perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu
dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini
mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia
dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan
memunculkan banyak persoalan. Sejumlah definisi lain mengungkapkan beberapa
segi baru dan menekankan beberapa kompleksitas. Riset lintas-budaya dalam psikologi adalah perbandingan
sistematik dan eksplisit antara variabel psikologis di bawah kondisi-kondisi
perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan antesede-anteseden dan
proses-proses yang memerantarai kemunculan perbedaan perilaku.
Menurut
Triandis,
Malpass, dan Davidson (1972) psikologi lintas budaya mencakup
kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan
menggunakan metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang
dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang
diperlukan agar menjadi universal. Sementara Brislin, Lonner, dan Thorndike,
1973) menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai
anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang
dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan.
Triandis (1980) mengungkapkan bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan
kajian sistematik mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu
terjadi dalam budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan
perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.
2. Hubungan
lintas budaya dengan ilmu lain
a.
Antropologi dalam definisinya
antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia dengan prilakunya
dengan tujuan mengetahui atau memperoleh definisi mengenai keanekaragaman dari
manusia tersebut. Asalkan sesuatu yang dilakukan manusia memerlukan belajar
maka hal itu bisa dikategorikan sebagai budaya. Hanya sebagian kecil dimensi
manusia yang tidak dicakup dalam konsep budaya, yakni yang terkait dengan
insting serta naluri. Hal serupa dikemukakan oleh Van Peursen (1988) yang
menyatakan kebudayaan sebagai proses belajar yang besar. Contoh : sistem religi
dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem
pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem
teknologi dan peralatan.
b.
Sosiologi ilmu yang mempelajari apa yang
sedang terjadi saat ini, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan lain
oleh sebuah kelompok atau individu.
Contoh
: kebudayaan hindu budha adanya kontak dagang antara indonesia dengan india
maka mengakibatkan adanya kontak budaya yang menghasilkan bentuk-bentuk
akulturasi kebudayaan baru tetapi tidak melenyapkan kebudayaan sendiri.
c.
Psikolgi klinis telah menerapkan
prinsi-prinsip psikologi lintas budaya banyak yang dilakukan dalam psikologi
klinis yang berhubungan dengan lintas budaya yang biasanya dilakukan oleh
negara-negara dalam berbagi ilmu tentang psikoterapi dan konseling.
d.
Sosial sangat mempengaruhi suatu tingkat
sosialisasi dalam hubungan lintas budaya, misalnya dalam hal informasi.
Etnosentris
dalam psikologi definisi dan pengembangan kecenderungan untuk melihat dunia
melalui filter Etnosentrisme sendiri budaya. Sebuah konsekuensi normal dari
sosialisasi dan enkulturasi. Ketika kita menjadi enculturated, kita belajar
bagaimana harus bertindak, bagaimana memahami dan menginterpretasikan bagaimana
orang lain bertindak.
Contoh : Pada saat kita dewasa, kita
hampir tidak memperhatikan filter budaya di pikiran kita.
Menurut Matsumoto (1996) etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Berdasarkan definisi ini etnosentrisme tidak selalu negatif sebagimana umumnya dipahami. Etnosentrisme dalam hal tertentu juga merupakan sesuatu yang positif. Tidak seperti anggapan umum yang mengatakan bahwa etnosentrisme merupakan sesuatu yang semata-mata buruk, etnosentrisme juga merupakan sesuatu yang fungsional karena mendorong kelompok dalam perjuangan mencari kekuasaan dan kekayaan. Pada saat konflik, etnosentrisme benar-benar bermanfaat. Dengan adanya etnosentrisme, kelompok yang terlibat konflik dengan kelompok lain akan saling dukung satu sama lain. Salah satu contoh dari fenomena ini adalah ketika terjadi pengusiran terhadap etnis Madura di Kalimantan, banyak etnis Madura di lain tempat mengecam pengusiran itu dan membantu para pengungsi.
Menurut Matsumoto (1996) etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Berdasarkan definisi ini etnosentrisme tidak selalu negatif sebagimana umumnya dipahami. Etnosentrisme dalam hal tertentu juga merupakan sesuatu yang positif. Tidak seperti anggapan umum yang mengatakan bahwa etnosentrisme merupakan sesuatu yang semata-mata buruk, etnosentrisme juga merupakan sesuatu yang fungsional karena mendorong kelompok dalam perjuangan mencari kekuasaan dan kekayaan. Pada saat konflik, etnosentrisme benar-benar bermanfaat. Dengan adanya etnosentrisme, kelompok yang terlibat konflik dengan kelompok lain akan saling dukung satu sama lain. Salah satu contoh dari fenomena ini adalah ketika terjadi pengusiran terhadap etnis Madura di Kalimantan, banyak etnis Madura di lain tempat mengecam pengusiran itu dan membantu para pengungsi.
Etnosentrisme memiliki dua tipe yang
satu sama lain saling berlawanan. Tipe pertama adalah etnosentrisme fleksibel.
Seseorang yang memiliki etnosentrisme ini dapat belajar cara-cara meletakkan
etnosentrisme dan persepsi mereka secara tepat dan bereaksi terhadap suatu
realitas didasarkan pada cara pandang budaya mereka serta menafsirkan perilaku
orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Tipe kedua adalah
etnosentrisme infleksibel. Etnosentrisme ini dicirikan dengan ketidakmampuan
untuk keluar dari perspektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu
berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang
lain berdasarkan latar belakang budayanya.
3.
Artikel Tentang Psikologi Lintas Budaya
Budaya dalam
kehidupan manusia adalah hal yang dekat dan melekat padanya. Budaya merupakan
hasil karya manusia, lahir untuk manusia dalam mengatur dan mendukung
kehidupannya. Tujuan menjadikan kehidupan ini menjadi lebih baik adalah keadaan
akhir yang diinginkan tersebut. Kelly mendefinisikan budaya sebagai bagian yang
terlibat dala7hm proses harapan-harapan yang dipelajari/dialami. Orang-orang
yang memiliki kelompok budaya yang sama akan mengembangkan cara-cara tertentu
dalam mengonstruk peristiwa-peristiwa, dan mereka pun mengembangkan jenis-jenis
harapan yang sama mengenai jenis-jenis perilaku tertentu.
Budaya telah
menjadi perluasan topik ilmu psikologi di mana mekanisme berpikir dan bertindak
pada suatu masyarakat kemudian dipelajari dan diperbandingkan terhadap
masyarakat lainnya. Psikologi lintas budaya adalah cabang dari psikologi yang
(terutama) menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batas-batas
pengetahuan dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda.
Di dalam kajiannya, terdapat pula paparan mengenai kepribadian individu yang
dipandang sebagai hasil bentukan sistem sosial yang di dalamnya tercakup
budaya. Adapun kajian lintas budaya merupakan pendekatan yang digunakan oleh
ilmuan sosial dalam mengevaluasi budaya-budaya yang berbeda dalam dimensi
tertentu dari kebudayaan. Psikologi Lintas Budaya ini muncul sebagai respon
terhadap teori psikologi yang dikembangkan di Barat dalam satu kebudayaan
bersifat universal. Padahal manusia diciptakan tidak bersifat universal
melainkan bersifat lokal, hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dan memiliki
budaya sendiri. Oleh karena itu Psikologi Lintas Budaya ini membahas tentang
konsep psikologi lintas budaya, ruang lingkup psikologi lintas budaya,
pewarisan dan perkembangan budaya, budaya dan diri, perilaku sosial, emosi,
kepribadian, kognisi, persepsi, akulturasi budaya, dan kelompok-kelompok etnik.
4.
Tujuan Mempelajari
Psikologi Lintas Budaya
Tujuan dari kajian psikologi Lintas Budaya adalah mencari
persamaan dan perbedaan dalam fungsi-fungsi individu secara psikologis, dalaam
berbagai budaya dan kelompok etnik.
5. Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Ilmu lain
Psikologi lintas budaya sama seperti dengan Psikologi budaya
mencoba mempelajari bagaimana faktor budaya dan etnis mempengaruhi perilaku
manusia. Namun psikologi lintas budaya tidak hanya mempelajari faktor budaya
dengan prilaku tetapi faktor antar budaya atau perbedaan budaya yang
mempengaruhi prilaku manusia.
Psikologi Sosial
mempelajari tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan masyarakat
sekitarnya. Psikologi lintas budaya juga sama mempelajari individu dengan
masyarakat selain itu juga mempelajari individu dengan atar masyarakat yang
berbeda. Ruang Lingkup Antropologi psikologi sama dengan pengakajian secara
psikologi lintas budaya (cross cultural) mengenai kepribadian dan sistem sosial
budaya. Meliputi masalah-masalah sebagai berikut:
a.
Hubungan struktur sosial dan
nilai-nilai budaya dengan pola pengasuhan anak pada umumnya.
b.
Hubungan antara struktur
kepribadian rata dengan sistem peran (role system) dan aspek proyeksi dari dari
kebudayaan.
6.
Etnosentrisme dalam
Psikologi Lintas Budaya
Etnosentrisme
secara formal didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompok atau budaya
sendiri adalah pusat segalanya dan budaya lain akan selalu dibandingkan dan
dinilai sesuai dengan standar budaya sendiri. Etnosentrisme membuat kebudayaan
diri sebagai patokan dalam mengukur baik buruknya, atau tinggi rendahnya dan
benar atau ganjilnya kebudayaan lain dalam proporsi kemiripannya dengan
kebudayaan sendiri, adanya. kesetiakawanan yang kuat dan tanpa kritik pada
kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai dengan prasangka terhadap kelompok
etnis dan bangsa yang lain. Orang-orang yang berkepribadian etnosentris
cenderung berasal dari kelompok masyarakat yang mempunyai banyak keterbatasan
baik dalam pengetahuan, pengalaman, maupun komunikasi
7.
Persamaan dan perbedaan
antara budaya dalam hal transmisi budaya melalui
enculturasi dan Sosialisasi.
Berbagai peranan harus dipelajari oleh anak (individu anggota
masyarakat) melalui proses sosialisasi; adapun mengenai kebudayaan perlu
dipelajarinya melalui enkulturasi. Jika anak tidak mengalami sosialisasi
dan/atau enkulturasi, maka ia tidak akan dapat berinteraksi sosial, ia tidak
akan dapat melakukan tindakan sosial sesuai status dan peranannya serta
kebudayaan masyarakatnya.
Enkulturasi
adalah suatu proses dimana individu belajar cara berpikir, cara bertindak, dan
merasa yang mencerminkan kebudayaan masyarakatnya. Herkovits menyatakan bahwa
sosialisasi menunjukkan proses pengintegrasian individu ke dalam sebuah
kelompok sosial, sedangkan enkulturasi adalah proses perolehan kompetensi
budaya untuk hidup sebagai anggota kelompok.
8.
Persamaan dan perbedaan
antar budaya Melalui Perkembangan Moral
Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan kepribadian
siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain.
Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan
merupakan suatu proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat),
yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya. Perkembangan
sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku
moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial.
Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila
menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai
pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan.
Proses
perkembangan sosial dan moral selalu berkaitan dengan proses belajar.
Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada
kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah,
keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses
belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial
yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma
moral yang berlaku dalam masyarakat.
Secara kebahasaan
perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin yaitu mores yang merupakan
bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap
perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan
batas-batas suatu perbuatan.
Tokoh yang
membahas mengenai moral yaitu Kohlberg (Orang kultur Barat yang terdidik, elit,
berkulit putih, dan pria) memandang otonomi dan keadilan individu sebagai nilai
moral yang utama. Ia bahkan menyamakan moralitas dengan keadilan (dengan
mengabaikan nilai moral lain seperti keberanian, pengendalian-diri, empati,
dll.). Para anggota kelas pekerja dan kelas pedesaan, bagaimanapun, cenderung
untuk memiliki pendekatan yang lebih komunitarian terhadap hidup. Namun ada
tokoh lain yang mengeritik Kohlberg salah satunya dalam hal budaya. Berkritik
pemahaman moral lebih bersifat budaya dan sistem penilaian Kohlberg tidak
mengenali pemahaman moral yang lebih tinggi pada kelompok budaya tertentu.
Contoh pemahaman moral yang tidak diukur oleh system Kohlberg adalah
nilai-nilai yang berhubungan dengan kesetaraan komunal dan kebahagiaan kolektif
seperti di Israel, kemanunggalan dan kekeramatan segala aspek kehidupan di
India. Kohlberg tidak bisa mengukur hal-hal tersebut diatas karena teori
kohlberg tidak menekankan hak individu dan prinsip-prinsip abstrak tentang
keadilan. Kesimpulan, pemahaman moral lebih dibentuk oleh nilai dan keyakinan
dalam sebuah budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar