Nama : Elfa
Gustiara
NPM : 12509831
Kelas : 2PA12
1. Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan
A.
Penyesuaian
Diri
Penyesuaian
diri merupakan suatu proses dinamik yang hampir selalu membutuhkan perubahan
dan adaptasi, dan dengan demikian semakin tetap dan tidak merubah respon -
respon itu, maka semakin sulit juga menangani tuntutan-tuntutan yang berubah.
Kenyataan ini menjelaskan pengaruh-pengaruh yang menghancurkan kepribadian
seseorang. Orang yang mengalami depresi karena sering kali merasa sulit
menyesuaikan diri dengan pola tingkah laku yang di perlukan. Dalam istilah
psikologi, penyesuaian disebut dengan istilah adjusment. Adjustment
merupakan suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial
(Chaplin, 2000: 11). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya.
Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian
diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai
adaptasi (adaptation), penyesuaian
diri sebagai bentuk konformitas (conformity),
dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan
adaptasi (adaptation), padahal
adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti
fisik, fisiologis, atau biologis. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh
seseorang akan berdampak juga pada pertumbuhan personalnya. Jika seseorang
dapat menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan sekitarnya apalagi di
lingkungan baru, maka pertumbuhan personalnya juga akan mengalami peningkatan.
Ada beberapa ciri penyesuaian diri yang efektif, seperti :
·
Memiliki persepsi yang
akurat terhadap realita
·
Memiliki kemampuan untuk beradaptasi
dengan tekanan atau stres dan kecemasan.
·
Mempunyai Gambaran Diri yang
Positif tentang dirinya
·
Memiliki Kemampuan untuk
Mengekspresikan Perasaannya
·
Mempunyai kemapuan Relasi
Interpersonal yang baik
Individu yang memiliki serta memenuhi
ciri-ciri tersebut dapat digolongkan sebagai individu yang memiliki kesehatan
mental yang positif.
Aspek-aspek Penyesuaian
Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki
dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih
jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan
individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga
tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya.
Individu menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan
kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.
Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari
dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya.
Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang
menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan
terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi
ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan
terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu
dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber
terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan,
sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
2. Penyesuaian Sosial
Setiap
iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat
proses saling mempengaruhi satu sama
lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan
tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang
mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup
sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan
proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan
sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan
tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya,
keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu
dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu
menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh
eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu. Apa yang diserap atau
dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup
untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk
mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang
harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi
norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya
memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau
nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu
mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu
mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya
dan menjadi pola tingkah laku kelompok. Kedua hal tersebut merupakan proses
pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan
dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses
penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial
dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani
(super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi
penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima
oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh
masyarakat.
Faktor yang mempegaruhi penyesuaian
diri, ada dari faktor lingkungan keluarga dan lingkungan teman sebaya.
a) Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lahan
untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari dalam berbagai hal
seperti melalu bermain, sandiwara, interaksi dengan anggota keluarga, dan
pengalaman-pengalaman didalam keluarga. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya
jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti. Keluarga juga
merupakan wadah pembentukan karakter individu, penyesuaian diri juga termasuk
di dalamnya.
b) Lingkungan Teman Sebaya
Sama seperti lingkungan keluarga,
lingkungan teman sebaya juga merupakan lingkungan yang sangat menentukan
individu dalam melakukan dan mengembangkan penyesuaian diri. Bila seorang anak
dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan teman bermainnya, itu
merupakan salah satu alasan bahwa
sebenarnya kesehatan mental individu tersebut baik dan sehat.
B.
Pertumbuhan
Personal
Pertumbuhan adalah perubahan secara
fisiologis sebagai hasil dari proses-proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang
berlangsung secara normal yang sehat pada waktu yang normal. Proff Gessel
mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi manusia berlangsung secara terus-menerus.
Carl Roger (1961) menyebutkan 3 aspek
yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu hubungan :
a.
Keikhlasan kemampuan untuk
menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
b.
Menghormati keterpisahan
dari orang lain tanpa kecuali
c.
Keinginan yang terus menerus
untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan personal :
1. Faktor Biologis
Karakteristik
anggota tubuh yang berbeda setiap orang, kepribadian, atau warisan biologis
yang sangat kental.
2.
Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorangdan nantinya akan
menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan personal seseorang.
3.
Faktor Budaya
Tidak
di pungkiri kebudayaan juga berpengaruh penting dalam kepribadian seseorang,
tetapi bukan berarti setiap orang dengan kebudayaan yang sama memiliki
kepribadian yang sama juga.
·
Penekanan
Pertumbuhan, Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh
Werner (1957) bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenesis,
perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang dari berdiferensasi
sampai keadaan dimana diferensiasi, artikulasi dan integrasi meningkat secara
bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri
anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian – bagiannya akan
menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
·
Variasi
dalam Pertumbuhan
Dalam
variasi pertumbuhan memang sangat beragam. Tidak semua individu berhasil dalam
melakukan penyesuaian diri berdasarkan tingkatan usia, pertumbuhan fisik,
maupun sosial nya. Mengapa? karena terkadang terdapat rintangan-rintangan yang
menyebabkan ketidakberhasilan individu dalam melakukan penyesuaian, baik
rintangan itu dari dalam diri atau dari luar diri.
·
Kondisi
– kondisi Untuk Pertumbuhan
Kondisi jasmani seperti
pembawa atau konstitusi fisik dan tempramen sebagai disposisi yang diwariskan,
aspek perkembangannya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau
konstitusi tubuh, kondisi jasmani dan kondisi pertumbuhan fisik memang sangat
mempengaruhi bagaimana individu dapat menyesuaikan diri nya.
·
Fenomenologi Pertumbuhan
Fenomenologi memandangmanusia hidup dalam dunia
kehidupan yang dipersepsikan dan diintepretasi secara subjektif. Setiap
individu mengalami dunia dengan caranya sendiri. Alam pengalaman setiap
individu berbeda dari alam pengalaman orang lain. Bouwer, 1983 : 14 menyatakan
bahwa fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan – tulisan Roger yang biasa
disebut sebagai Bapak Psikologi Humanistik.
2. Stres
A. Arti
Penting Stres
Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan respon tubuh yang
bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stress apabila seseorang
mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat
mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak
mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stress.
Respon atau tindakan ini termasuk respons fisiologis dan psikologis.
B.
Tipe
– Tipe Stres Psikologi
Menurut Maramis (1990)
ada empat tipe stres psikologis, yaitu :
1. Frustasi
Frustasi
muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu hal / tujuan. Frustasi
ada yang bersifat instrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik
(kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, krisis ekonomi,
pengangguran, perselingkuhan, dan lain – lain).
2. Konflik
Konflik
ditimbulkan karena ketidak mampuan memilih atau lebih macam keinginan,
kebutuhan, atau tujuan. Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian approach – approach conflict, approach
– avoidant conflict, avoidant – avoidant conflict.
3. Tekanan
Tekanan
timbul dari tuntutan sehari – hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri
individu dan tekanan juga berasal dari luar diri individu.
4. Kecemasan
Kecemasan
merupakan suatu kondisi ketika individu merasakan kekhawatiran / kegelisahan,
ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan
akan terjadinya sesuatu yang buruk.
C.
Symptom
– symptom Reducing Responses terhadap
Stres
Setiap individu memiliki mekanisme
pertahanan diri masing-masing dengan keunikannya masing-masing untuk mengurangi
gejala-gejala stress yang ada. Berikut mekanisme pertahana diri (defense mechanism) yang biasa digunakan
individu untuk dijadiakan strategi saat menghadapi stress :
1. Identifikasi
Identifikasi
adalah suatu cara yang digunakan individu untuk menghadapi orang lain dngan
membuatnya menjadi kepribadiannya, ia ingin serupa dan bersifat sama seperti
orang lain tersebut. Misalnya seorang mahasiswa yang menganggap dosen
pembimbingnya memiiliki kepribadian yang menyenangkan, cara bicara yang ramah,
dan sebagainya. Maka mahasiswa tersebut akan meniru dan berperilaku seperti
dosennya.
2. Kompensasi
Seorang individu tidak memperoleh kepuasan di bidang tertentu,
tetapi mendapatkan kepuasan di bidang lain. Misalnya Andi memiliki nilai yang
buruk dalam bidang Matematika, namun prestasi olah raga yang ia miliki
sangatlah memuaskan.
3. Overcompensation / Reaction Formation
Perilaku
individu yang gagal mencapai tujuan dan orang tersebut tidak mengakui tujuan
pertama tersebut dengan cara melupakan serta melebih-lebihkan tujuan kedua yang
biasanya berlawanan dengan tujuan pertama. Misalnya seorang anak yang ditegur
gurunya karena mengobrol saat upacara, bereaksi dengan menjadi sangat tertib
saat melaksanakan upacara dan menghiraukan ajakan teman untuk mengobrol.
4. Sublimasi
Sublimasi
adalah suatu mekanisme sejenis yang memegang peranan positif dalam
menyelesaikan suatu konflik dengan pengembangan kegiatan yang konstruktif.
Penggantian objek dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat dan
derajatnya lebih tinggi. Misalnya sifat agresifitas yang disalurkan menjadi
petinju atau tukang potong hewan.
5. Proyeksi
Proyeksi
adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada
objek di luar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain.
Mutu proyeksi lebih rendah daripada rasionalisasi. Contohnya seorang anak tidak
menyukai temannya, namun ia berkata temannyalah yang tidak menyukainya.
6. Introyeksi
Introyeksi
adalah memasukan dalam pribadi dirinya sifat-sifat pribadi orang lain. Misalnya
seoarang wanita mencintai seorang pria, lalu ia memasukan pribadi pria tersebut
ke dalam pribadinya.
7. Reaksi Konversi
Secara
singkat mengalihkan konflik ke alat tubuh atau mengembangkan gejala fisik.
Misalkan belum belajar saat menjelang bel masuk ujian, seorang anak wajahnya
menjadi pucat dan berkeringat.
8. Represi
Represi
adalah konflik pikiran, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan paksaan
ditekan ke dalam alam tidak sadar dan dengan sengaja melupakan. Misalnya
seorang karyawan yang dengan sengaja melupakan kejadian saat ia dimarahi oleh
bosnya tadi siang.
9. Supresi
Supresi
yaitu menekan konflik, impuls yang tidak dapat diterima secara sadar. Individu
tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan dirinya. Misalnya dengan
berkata “Sebaiknya kita tidak membicarakan hal itu lagi.”
10. Denial
Denial
adalah mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan.
Misalnya seorang penderita diabetes memakan semua makanan yang menjadi
pantangannya.
11. Regresi
Regresi
adalah mekanisme perilaku seseorang yang apabila menghadapi konflik frustasi,
ia menarik diri dari pergaulan dengan lingkunganya. Misalnya artis yang sedang
digosipkan berselingkuh, karena malu maka ia menarik diri dari perkumpulannya.
12. Fantasi
Fantasi
adalah apabila seseorang menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri dengan
berkhayal/berfntasi, misalnya dengan lamunan. Contoh seorang pria yang tidak
memiliki keberanian untuk menyatakan rasa cintanya melamunkan berbagai fantasi
dirinya dengan orang yang ia cintai.
13. Negativisme
Negativisme Adalah perilaku
seseorang yang selalu bertentangan/menentang otoritas orang lain dengan
perilaku tidak terpuji. Misalkan seorang anak yang menolak perintah gurunya
dengan bolos sekolah.
14. Sikap Mengkritik Orang Lain
Bentuk
pertahanan diri untuk menyerang orang lain dengan kritikan-kritikan. Perilaku ini
termasuk perilaku agresif yang aktif (terbuka). Misalkan seorang karyawan yang
berusaha menjatuhkan karyawan lain dengan adu argument saat rapat berlangsung.
D.
Pendekatan
– pendekatan Problem Solving terhadap
Stres
Dukungan
sosial sebagai ‘kognisi’ atau ‘fakta sosial’ : “Dukungan sosial terdiri dari
informasi atau nasehat verbal dan/atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan
yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerimaan”(Gottlieb,
1983).
Jenis dukungan sosial :
a. Dukungan Emosional
b. Dukungan Penghargaan
c. Dukungan Instrumental
d. Dukungan Informatif
Sumber :
·
Anonim. 1999. Manajemen
stres. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
·
Chaplin, J. P. (a.b. Kartini Kartono). (2001). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali
Pers.
·
Christensen, J. P. 2009.
Proses Keperawatan.Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
·
Christian, M. 2005. Jinakkan
stress.Bandung : Nexx Media.
·
Fatimah, N. 2006. Psikologi
Perkembangan. Bandung : Pusaka Setia.
·
Halgin, R.P., Whitbourne,
S.K. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta : Salemba Humanika.
·
M. & Asrori, M. (2005).
Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksar.
·
Schneiders, A. 1964.
Personal Adjustment and Mental Health. New York : Rinehart & Winston.
·
Semium, Yustinus. 2006.
Kesehatan Mental 1. Kanisius : Jakarta.
·
Schuler, E. 2002. Definition
and Conceptualization of Stress in Organizations, Thousand Oaks: Sage.
·
Smet, Bart. 1994. Psikologi
Kesehatan. Jakarta : Gramedia.
·
http://muthiaashifa-muthia.blogspot.com/2013/06/pengertian-stress-dan-beberapa.html?m=1